Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menggebrak. Ia menyelesaikan masalahkemacetan yang parah di salah satu pintu tol dalam kota Jakarta secaralangsung. Sendirian.
Sebagaimana diberitakan, Selasa 20 Maret pagi lalu Dahlan ’marah’ karenamelihat terlalu panjangnya antrean di gerbang tol Slipi, Jakarta, saat iadalam perjalanan menuju kantor Garuda di Cengkareng.
Mobil Dahlan ikut tersendat di pintu tol itu. Ada 30-an mobil mandeg, menunggu giliran. Padahal ia pernah menginstruksikan agar membenahi pelayanan jalan tol dan menetapkan antrean tidak boleh lebih dari lima mobil.
Dengan sigap Dahlan turun dari mobilnya, menuju pintu tol. Dia memeriksaloket dan menyingkirkan papan penghalang yang ada. Sang mantan DirekturUtama PLN, yang pagi itu mengenakan kemeja putih, itu kemudian mengaturlalu lintas di situ, dan meloloskan 100-an mobil tanpa membayar tol.
Yang dilakukan Dahlan itu merupakan sebuah tindakan yang ‘tidak lazim’ bagibanyak orang, namun ‘biasa saja’ bagi sang menteri. Orang komunikasimenyebutnya ‘*behavior’* atau ‘*action’*, dan muncul dari sebuah ‘sikap’tertentu.
Lewat behavior terjun langsung yang ditunjukkannya di pintu tol itu,Dahlan berhasil membangun ‘pesan komunikasi’ yang efektif bagi pejabat Jasa Marga, yang mengelola jalan tol itu, dan sekaligus bagi masyarakat luas.
Yakni bahwa banyak ‘*action’* kecil tapi bermanfaat bisa dilakukan,sepanjang orang mengedepankan sikap ‘karena saya mau, pasti saya bisa’.
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, pegawai yang melayani berbagai jasakurang mengedepankan sikap ‘saya mau’ dengan baik. Banyak dari merekaberalasan,’tidak bisa’ karena, alasan mereka, peraturannya sudah ditentukanbegitu. Padahal, sangat boleh jadi banyak hal yang ‘tidak bisa’ itusejatinya ‘dapat’ dilakukan asalkan ‘mau’.
Sepintas ini seperti soal kecil. Tapi betapa besar pengaruhnya bagi kepuasan pelanggan. Dan Dahlan Iskan ingin menunjukkan itu. Pria kelahiranMagetan itu ingin memberi pelajaran bahwa perusahaan pemerintah (BUMN) yang menyediakan layanan bagi masyarakat seharusnya mengubah ‘sikap’ mereka dari ‘tidak mau’ -- yang sering dibungkus kamuflase ‘tidak bisa’ – menjadi ‘harus bisa’ karena adanya sikap ‘mau membantu’ secara sebaik mungkin, demi kepuasan pelanggan.
Konon sikap sangat menentukan nasib kita. Orang Inggris mengatakannya, attitude-- sebuah perangai yang diperoleh dari pemikiran sehari-hari,apa yang kita pikirkan atau rasa, apa yang menjadi penilaian kita. Attitudeitu hasil evaluasi positif atau negatif kita terhadap orang, benda,kejadian, aktivitas, ide-ide, atau apa pun di lingkungan sekitar kita.
Barangkali kita bisa menyamakannya dengan ‘sikap mental’.Di antara elemen penting yang membentuk attitudeadalah pengalaman,pendidikan dan lingkungan.
Dari tiga aspek itu, sangat boleh jadi,pengalaman Dahlan sebagai pengusaha swasta di kelompok Jawa Pos yangpaling menentukan pembentukan *attitude*-nya sedemikian rupa – sehinggamembedakannya dengan banyak pejabat lain.
Kemudian juga lingkungan Dahlan dulu: dunia bisnis swasta yang kompetitif,yang mau tidak mau membentuk sikap mental seseorang untuk selalu merebut kepuasan konsumen, sehingga mereka menjadi pelanggan yang loyal.
Ada yang bilang *attitude* sebagai, “jumlah seluruh kondisi yangmengarahkan orang menuju sebuah aktivitas.” Oleh karena itu, attitude adalah elemen dinamis dalam behavior manusia, atau yangmenjadi motif bagi sebuah aktivitas.
Tampaknya, dari preseden Dahlan itu, kita bisa melihat bahwa – sebagaimana dikemukakan banyak ahli psikologi-komunikasi -- sebagian besar attitude merupakan hasil pengalaman langsung atau pembelajaran berkat pengamatan orang terhadap lingkungannya.
Jika hasil pengalaman seseorang dari sebuah pemilihan umum adalah ‘kekecewaan’ kepada partai politik yang dipilihnya dulu, umpamanya, maka jelas attitude-nya terhadap partai itu negatif.
‘Attitude’ tidak saja terbentuk dari pengaruh di dalam diri (seperti persepsi yang ada di benak kita), melainkan juga dari luar, seperti pengaruh teman, televisi, dan sebagainya. Kata-kata yang sering kita lontarkan, atau kalimat orang lain yang suka kita dengar atau camkan, pun turut membentuk sikap kita.
Kemudian, sikap tadi membentuk kebiasaan, atau behavior; tindakan atauaktivitas sehari-hari. Bila *sikap* orang terhadap membaca positif,umpamanya, maka dalam kehidupan sehari-hari ia akan banyak membaca, sering membuka buku, koran, dan sebagainya.
Yang menarik rupanya attitudesangat berperan dalam menentukan nasibkita. Sebuah pepatah mengatakan, "Your attitude, and not youraptitude, will determine your altitude."Maksudnya, sikap Anda, dan bukan ‘bakat’ (intelegensia, atau ‘skill’)semata, yang akan menentukan ‘ketinggian’ (kesuksesan) Anda.
Attitudeatau ‘cara pandang’ model itulah yang rupanya sejak lamatertanam dalam diri Dahlan, sehingga ia ‘bernasib’ sukses sebagai pengusaha dan Dirut PLN. Sedangkan dari sisi *aptitude,* maka bakat, atauintelegensia orang seperti Dahlan tentu tidak bisa diabaikan. Tetapi bukan aptitude itu yang penting bagi keberhasilannya, melainkan attitude-nya.
Sebagian orang menerjemahkan attitudesebagai semacam ‘akhlak’, atau budi pekerti. Sehingga logis jika ada orang pandai atau berbakat (aptitude),misalnya, justru menjadi gagal, karena memiliki akhlak buruk yangmendorongnya melakukan tindakan negatif seperti bermalas-malasan ataukorupsi.
Dalam peristiwa di jalan tol itu, Dahlan Iskan sekali lagi menunjukkansebuah ‘cara pandang’ yang positif. Ia mengubah kendala (kemacetan)menjadi peluang (untuk membantu memperbaiki sistem di jalan tol) dengan‘akhlak’ yang positif.
Secara logis, orang-orang sukses seperti Dahlan lazimnya memperbaiki semua hal yang bisa mereka kontrol, dan salah satu hal terpenting yang bisadikontrol adalah attitude. Oleh karena itu orang sukses secara terusmenerus memperbaiki sikap (attitude) mereka.
Attitudejuga sering disamakan dengan kepercayaan diri (*self esteem*).Maka self esteemyang tinggi dalam diri orang seperti Dahlan akan tampakdalam pembawaannya, dan orang lain secara mudah bisa menengarai hal itulewat bahasa tubuhnya. Umpamanya ia bisa tampil prima, penuh percaya diri,tidak mudah putus asa, dan banyak senyum.
Itu sebabnya, pada peristiwa di jalan tol itu Dahlan mengatakan, “Sayalihat mereka (pengelola jalan tol) mampu memperbaiki diri," katanya. Frasa‘saya lihat mereka mampu..,’ itu sebuah bukti lain self esteematau attitudepositif Dahlan.
Jelas, *attitude* Dahlan itu menentukan tindakan-tindakannya. Padagilirannya kumpulan tindakan tadi membentuk kebiasaan (habits), yang lama kelamaan (kebiasaan tadi) menghasilkan ‘karakter’ seorang Dahlan, dansekaligus kesuksesan dirinya saat ini.
Print
PDF
Blogger
Google+
Facebook
Twitter